I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada pertengahan Januari 2022,
ramai menjadi perbincangan lewat media massa, terutama media online tentang berita seorang hakim dan
seorang panitera pengganti yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh
Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Hal tersebut juga cukup mengejutkan pimpinan
Mahkamah Agung RI, sehingga menjadi stressing
point Ketua Mahkamah Agung RI. Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H. pada acara
Pembinaan Teknis Dan Adminitrasi Peradilan Bagi Pimpinan, Hakim Dan Aparatur
Peradilan Tingkat Banding Dan Tingkat Pertama Pada 4 (empat) Lingkungan
Peradilan Seluruh Indonesia yang dilangsungkan di Batam pada tanggal 27 Januari
2022. Pada paparan materinya, ketua
Mahkamah Agung RI. menyatakan bahwa “Operasi
tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap salah seorang hakim dan panitera
pengganti Surabaya telah mencoreng wajah peradilan, sekaligus menjatuhkan
harkat dan martabat Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya”.
Ketua Mahkamah
Agung RI. Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H. menekankan untuk
mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan atasan langsung atas pelaksanaan tugas
dan prilaku bahwahannya dan setiap atasan langsung wajib melaksanakan pengawasan
dan pembinaan atas pelaksanaan tugas dan prilaku bawahannya baik dalam maupun
di luar tugas kedinasan.
Kemudian, di akhir bulan September 2022, lembaga Mahkamag Agung Republik
Indonesia yang selama ini mengusung tema Terwujudkan Badan Peradilan Yang Agung
kembali tercoreng setelah KPK melakukan Operasi Tangkat Tangan yang melibatkan
seorang Hakim Agung pada Mahkamah Agung, seorang Panitera Pengganti pada MA dan
4 (empat) orang Pegawai Negeri Sipil.
Kasus tersebut ditanggapi oleh Ketua Mahkamah Agung, Syarifuddin, dengan pernyataannya “kita semua sedih,
geram dengan kejadian ini. Sungguh ini
musibah yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.namun kesedihan, kepiluan,
kekecewaan ini tidak boleh membuat kita lalai, tapi harus membuat kita melihat
ke depan harus pandai mengambil hikmah dari musibah ini”. (hhtps://news.detik.com,
berita, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Soal Hakim Agung Sidrajad
Dimyati ditahan KPK: kita bersedih, dipublish oleh Andi Saputra, selasa 27
September 2022
Syarifuddin menekankan lima poin penting sebagai langkah pelaksanaan
tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan, salah satunya pengawasan melekat,
yaitu PERMA No. 8 tentang Pengawasan dan Pembinaan atasan langsung di
Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan lainnya di Bawah Mahkamah Agung.
Di tuangkan dalam blue print Mahkamah Agung RI. tahun 2010-2035 bahwa
fungsi pengawasan merupakan faktor kunci mengembalikan kepercayaan publik
kepada pengadilan. Itulah sebabnya pengawasan merupakan salah upaya meraih
kepercayaan masyarakat, dilakukan dengan sungguh-sungguh disertai berbagai regulasinya menuju terwujudnya lembaga peradilan yang agung
di Indonesia.
Mahkamah Agung yang merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman secara mandiri berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-undang (Pasal 24A amandemen Undang-Undang Dasar 1945).
Wewenang lain yang dimaksud adalah
Mahkamah Agung mempunyai kewenangan lain/fungsi lain, yakni antara lain fungsi
pengawasan. Fungsi tersebut diatur pada
pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 telah diubah dengan Undang
Undang nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang nomor 3
Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung bahwa
“Mahkamah Agung melakukan pengawasan
tertinggi terhadap penyelenggara peradilan di semua Lingkungan peradilan dalam
menjalangkan kekuaasaan kehakiman”.
Mahkamah Agung dalam fungsinya melakukan pengawasan tertinggi
terhadap semua lingkungan peradilan di bawahnya dijelaskan pada ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1985, telah diubah dengan Undang Undang nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua
dengan Undang Undang nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung bahwa “Mahkamah
Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan
peradilan dalam menjalankan tugas”.
Pengawasan dalam konsideran SK Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/080/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan disebutkan pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Fungsi pengawasan adalah untuk memastikan lembaga peradilan melaksanakan tugas pokok sesuai dengan program yang telah terencana dengan baik, tata kelola adminitrasi peradilan terlaksana dengan tertib serta terwujud pelayanan yang berkualitas dalam dalam terwujudnya visi mahkamah Agung, yakni mewujudkan lembaga peradilan yang agung. (SK KMA. Nomor KMA/080/SK/VIII/2006).
Oleh karena masih ada aparat peradilan yang terjaring OTT KPK dan masih banyaknya aparat yang terkena sanksi akibat menyimpangan dalam melaksanakan tugas, penulis tertarik untuk menkaji tentang urgensi pengawasan oleh Mahkamah Agung RI. dan Peradilan di bawahnya dalam upaya mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan termasuk mewujudkan peradilan yang modern di Indonedia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumasan masalah yang diangkat dalam kajian ini adalah:
1. Apa itu pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung ?
2. Bagaimana Bentuk-Bentuk Pengawasan itu sendiri ?
3. Apa urgensi Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah agung RI.?
C.
Tujuan dan Kegunaan
1. Untuk mengetahui apa itu pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung RI.
2. Untuk mengetahui Bentuk Bentuk Pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung.
3. Untuk mendeskripsikan Pengawasan dan pembinaan yang tepat dalam upaya meminimalisir penyimpangan yang dilakukan oleh aparat Peradilan serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan di Indonesia.
Kegunaan atau manfaat yang diperoleh adalah untuk mendapatkan solusi agar pelanggaran aparat di Mahkamah Agung dan di Lembaga Peradilan di bawahnya dapat menurun dari tahun ke tahun.
D.
Tinjauan Pustaka
1.
Pengertian Pengawasan
Pengawasan berasal dari asal kata awas yang artinya antara lain penjagaan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 123). Pengawasan dalam kontek sebagai salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah penjagaan terlaksananya tugas pokok Peradilan di bawah Mahkamah Agung agar sesuai dengan standar operasinal prosedur yang telah ditetapkan.
Faulus Efenndi Lotulung merumuskan bahwa pengawasan (control) adalah upaya untuk menghindari terjadinya berbagai kekeliruan, baik sengaja maupun maupun tidak sengaja sebagai usaha preventif, atau juga memperbaiki apabila sudah terjadi kekeliruan itu sebagai usaha represif. (Paulus Effendi Lotulung, 1993: xvi-xvii). Dari pengertian tersebut dipahami bahwa pengawasan dilakukan kaitannya dengan Pengawasan Mahkamah agung adalah sebagai tindakan mencegah terjadi pelanggaran atau penyimpangan standar operasinal prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait dengan tingkah laku dan perbuatan serta tindakan pemberian sanksi atau hukum atau nasehat atau pembinaan apabila terjadi pelanggaran atau penyimpangan standar operasinal prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugas pokok.
Bagir Manan memandang kontrol sebagai sebuah fungsi sekaligus hak, sehingga lazim disebut fungsi kontrol atau hak kontrol, kontrol mengandung dimensi pengawasan dan pengendalian, pengawasan bertalian dengan arahan (Directife). (Bagir Manan, 2001: 20). Jadi, Pengawasan Mahkamah Agung dilakukan sebagai tindakan mencegah terjadi pelanggaran atau penyimpangan standar operasinal prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait dengan tingkah laku dan perbuatan dengan serta sanksi. Sebagai bagian dari pengawasan adalah dilakukan pembinaan agar tidak terjadi pelanggaran atau penyimpangan standar operasinal prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugas pokok
2.
Fungsi Pengawasan Mahkamah Agung
Pada dasarnya pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen untuk memastikan, menjaga dan mengendalikan agar tugas tugas pokok pengadilan dilaksanakan sesuai dengan program atau yang telah direncakan dan peraturan peraturan yang berlaku.
Tujuan Pengawasan adalah untuk mengetahui apakah pelaksaan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan atau tidak, dan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang dijumpai oleh para pelaksana agar kemudian diambil langkah-langkah perbaikan. (Y.W. Sunandhia, 1996: 103).
Mahkamah Agung dalam melaksanakan fungsi pengawasannya
didasarkan pada pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman perubahan kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan: “Pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah
mahkamah agung dalam menyelengggarkan kekuaasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah
Agung”.
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung mencakup pengawasan
internal atas tingkah laku hakim dan terhadap tugas adminitrasi serta keuangan
(39 ayat (2 dan 3) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009). Adapun objek
pengawasan Mahkamah Agung adalah:
a. Teknis peradilan menyangkut penyelenggaraan atau jalannya peradilan;
b. Perbuatan dan tingkah laku hakim serta pejabat kepaniteraan dalam menjalankan tugas mereka; dan
c. Administrasi peradilan.
Secara tekhnis organisasi,
Mahkamah Agung sebagai sebuah organisasi memiliki satuan kerja pengawasan,
yaitu badan pengawasan yang memikul tugas dan tanggungjawab khusus untuk
melakukan pengawasan terhadap 910 satuan kerja pada badan peradilan di seluruh
Indonesia, maka beban kerja yang harus diselesaikan oleh badan pengawasan Mahkamah
Agung sedemikian besar terlebih dalam menindaklanjuti semua laporan pengaduan.
(Sunarto, 2021: 103).
Mengingat
sedemikian berat beban tugas Badan Pengawasan Mahkamah Agung, maka dalam rangka
mengefektifkan tugas pengwasan peradilan, Mahkamah Agung mendelegasikan tugas
pengawasan terhadap terhadap pengadilan banding. Tugas pengawasan bagi peradilan tingkat
pertama dilakukan oleh pengadilan banding terhadap setiap pengadilan tingkat
pertama yang berada di daerah hukumnya.
Tanggung jawab tugas pengawasan tesebut berada pada ketua pengadilan
tingkat banding. (Ibid.: 104-105).
Selanjutnya, tekhnis dan batasan pengawasan serta pelimpaham kewenangan
pengawasan dijabarkan secar rinci dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI nomor
KMA/080/SK/VIII/2006 tentang pedoman pelaksananaan Pengawasan di Lingkungan
Lembagai peradilan.
Dalam SK KMA Tersebut diatur antara lain:
Pengawasan internal meliputi pengawasan melekat
dan pengawasan fungsional.
Pengawasan melekat dan pungsional, kemudian di jabarkan secara rinci lagi dengan PERMA Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pegawasan dan Pembinaan atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Peradilan di Bawahnya. Pada pasal 1 disebutkan bahwa:
“Pengawasan dan Pembinaan atasan langsung adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap pejabat pemangku jabatan struktural untuk membina dan mengendalikan secara terus menerus bawahan yang berada langsung di bawahnya untuk dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien serta berperilaku sesuai dengan kode etik aparat peradilan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pada pasal tersebut dapat dipahami bahwa secara umum adanya pelimpahan wewenang pengawasan ke setiap atasan langsung pada pengadilan dalam lingkungan 4 peradilan di bawah Mahkamah Agung yang meliputi Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama.
Adapun yang dimaksud dengan pengawasan melekat disebutkan pada pasal 2 dan 3, yakni:
“Pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pada pasal 3 dsebutkan “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diberikan tugas dan fungsi secara khusus untuk melaksanakan pengawasan di lingkungan Mahkamah Agung”.
3.
Bentuk-Bentuk Pengawasan
Bentuk pengawasan yang dilakukan,
baik oleh Mahkamah Agung maupun oleh lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung
ada dua model, yaitu:
a. Pengawasan langsung, yaitu melakukan
pemeriksaan secara langsung pada obyek pengawasan. Bentuk pelaksanaan adalah:
-
Pengawasan regular adalah pengawasan yang dilakukan baih oleh Mahkamah
Agung maupun Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama. Pengawasan Reguler biasanya dilakukan dalam
setiap semester (dua kali dalam setahun).
Prosedurnya untuk Pengadilan Tingkat Banding adalah diawali dengan
penujukkan hakim tinggi pengawas daerah yang dituangkan dalam SK ketua
Pengadilan Tinggi yang diperbaharui setiap tahun. Para hakim tinggi yang telah di SK kan melakukan pengawasan ke setiap pengadilan
tingkat pertama dalam wilayahnya dengan 5 area pemeriksaan, yakni: Manajemen
Peradilan, administrasi perkara, adminidrasi persidangan dan pelaksanaan
putusan, adminitrasi umum serta kinerja pelayanan publik.
Hakim Tinggi pengawas daerah dalam melakukan pengawasan pada Pengadilan
Tingkat Pertama yang telah ditentukan, bertindak sebagai ketua tim, didampingi
oleh anggota tim yang terdiri dari bagian kepaniteraan dan kesektariatan serta
satu orang tenaga IT dengan pembagian tugas pengawasan sesuai bidang
masing-masing. Hasil temuan tim di
laporkan kepada wakil ketua Pengadilan selaku koordinator pengawasan untuk menentukan langkah atau tindak lanjut atas
temuan yang telah dilaporkan.
Pengadilan Tingkat pertama juga berkewajiban melaksanakan pengawasan
internal secara regular yang obyek pengawasannya mengacu pada 5 area pengawasan
dan hasil laporannya dilaporkan secara berjenjang ke Pengadilan tingkat banding
dan ke Mahkamah Agung.
-
Pengawasan Pengaduan adalah rangkaian proses penanganan atas pengaduan
yang masuk baik ke Mahkamah Agung, ke Pengadilan Tingkat Banding maupun ke
Pengadilan tingkat pertama atas pelayanan publik pengadilan atau tingkah laku
aparat peradilan dengan cara monitoring dan atau observasi, konfirmasi,
klarifikasi atau investigasi untuk mengungkapkan benar tidaknya masalah yang diadukan.
Apabila suatu pengaduan ditujukan ke Mahkamah agung dan dipandang pengaduan itu layak untuk tindak
lanjut, maka tim pengawasan akan turun dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung ke daerah/
Pengadilan yang diadukan untuk melakukan pemeriksaan/pengawasan. Apabila suatu pengaduan ditujukan kepada
Pengadilan Tingkat Banding dan dipandang
pengaduan itu layak untuk tindak lanjut, maka tim pengawasan dari Pengadilan
Tingkat Banding akan turun ke daerah/Pengadilan Tingkat Pertama yang diadukan
untuk melakukan pemeriksaan/pengawasan.
Apabila suatu pengaduan ditujukan kepada ketua Pengadilan Tingkat
Pertama, maka apabila dipandang perlu dan layak untuk tindak lanjut, maka tim
dari pengawas secara internal di Pengadilan tersebut melakukan pemeriksaan/pengawasan.
-
Pengawasan keuangan adalah pemeriksaan terhadap penyelenggaraan anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dana/bantuan pihak ketiga yang
sedang berjalan maupun yang telah direalisasikan berserta neraca yang meliputi
audit ketaatan, audit keuangan dan audit operasional (apakah pengelolaan APBN
dilakukan secara ekonomis, efeisein dan efektif). Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI nomor
KMA/080/SK/VIII/2006
-
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan khusus ditunjuk unuk melaksanakan tugas tersebut dalam satuan kerja
tersendiri yang diperuntukkanuntuk itu.
Di lingkungan lembaga peradilan, pengawasan fungsional dilakukan oleh
Badang Pengawasan Mahkamah Agung RI. (Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI nomor
KMA/080/SK/VIII/2006)
b. Pengawasan tidak
langsung, yakni pengawasan yang dilakukan berupa pengujian atau penilaian atas
laporan atau isi dokumen ataupun berupa validasi data atas laporan dari obyek
pengawasan.
II.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku, aturan-aturan dan pendapat yang mempunyai hubungan relevan dengan permasalahan yang diteliti. (Ranny Kautan, 2000, hal 38) dan juga field research dalam bentuk mengakses data terkena sanksi tahun 2020 dan 2021 pada website Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI. Sifat penelitian ini termasuk penelitian hukum yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka.(Soerjono Soekanto, 1985, hal 15)
Adapun metode analisis data yang digunakan adalah bersifat
kualitatif, yakni menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau
pernyataan, bukan angka-angka.
III. PEMBAHASAN
Data hakim maupun aparat dari 4 lingkungan peradilan di bawah Mahkmah Agung RI., yang dapat di akses pada web. Badan Pengawas Mahkamah Agung masih cukup memperihatinkan karena jumlah aparat yang terkena hukuman, baik hukuman berat, sedang dan ringan masih terbilang tidak berkurang dari tahun sebelumnya. Berikut ini akan disajikan perbandingan data tahun 2020 dan tahun 2021 perjanuari 2021 sampai dengan Desember 2021.
Hukuman Disiplin Priode Januari s/d Desember 2020
|
Jabatan |
Berat |
Sedang |
Ringan |
Jumlah |
|
Hakim |
9 |
20 |
61 |
90 |
|
Hakim ad.hoc |
|
|
7 |
7 |
|
Panitera |
3 |
1 |
- |
4 |
|
Sekretaris |
2 |
1 |
2 |
5 |
|
Panmud/PP |
5 |
2 |
20 |
28 |
|
JS/JSP |
2 |
1 |
10 |
13 |
|
Pejabat Struktural |
- |
- |
3 |
3 |
|
Staf/PPNPN |
10 |
1 |
2 |
11 |
|
|
31 |
27 |
104 |
162 |
Data diakses tanggal 24 Januari 2022 dari Website Badan Pengawasan Mahkamah Agung.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa jumlah terbanyak yang terkena hukuman berat adalah hakim, yakni sebanyak 9 orang. Demikian juga dengan dengan hukuman sedang, yakni terdapat 20 hakim priode janusri sampai September 2020. Pada posisi hukuman ringan, hakim masih menempati posisi terbanyak.
Hukuman Disiplin Priode Januari s/d Desember 2021
|
Jabatan |
Berat |
Sedang |
Ringan |
Jumlah |
|
Hakim |
25 |
23 |
84 |
132 |
|
Hakim ad.hoc |
- |
1 |
5 |
6 |
|
Panitera |
6 |
5 |
8 |
19 |
|
Sekretaris |
3 |
3 |
4 |
10 |
|
Panmud/PP |
20 |
12 |
25 |
57 |
|
JS/JSP |
7 |
8 |
6 |
21 |
|
Pejabat Struktural |
3 |
4 |
13 |
20 |
|
Staf/Pej.fungsional |
10 |
4 |
5 |
19 |
|
|
74 |
60 |
150 |
284 |
Data diakses tanggal 24 Januari 2022 dari Website Badan Pengawasan Mahakamah Agung.
Data di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2021 priode Januari sampai dengan Desember 2021 yang menempati posisi terhukum terbanyak, baik dalam kategori berat, sedang maupun ringan adalah Hakim. Untuk hukuman berat adalah sebanyak 25 orang. Demikian juga dengan dengan hukuman sedang, yakni terdapat 23 hakim. Hukuman ringan sejumlah 84 orang.
Berdasarkan perbandingan data di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah aparat Pengadilan pada 4 lingkungan perdilan yang terkena sanksi meningkat cukup signifikan pada tahun 2021, dan terhukum lebih banyak hakim, baik dalam kategori hukuman berat, sedang dan ringan. Jumlah keseluruhan aparat peradilan yang terhukum pada periode terhukum Januari sampai dengan priode Desember 2020 sebanyak 162, sementara Jumlah keseluruhan aparat peradilan yang terhukum pada periode Januari sampai dengan priode Desember 2021 sebanyak 284.
Data di atas menunjukkan bahwa dari berbagai regulasi yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung terkait dengan pengawasan dan kedisplinan, baik dalam bentuk PERMA maupun dalam bentuk surat keputusan bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial belum efektif menurunkan prilaku penyimpangan dari aparat Peradilan terutama hakim, bahkan di pertengahan bulan januari 2022 seorang hakim PN. Surabaya terjaring OTT oleh KPK yang banyak diberitakan berbagai media online.
Regulasi terkait dengan pengawasan dan kedisplinan yang telah dikeluarkan Mahkamah Agung RI. antara lain:
1. Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Prilaku Hakim.
2. PERMA Nomor 7 Tahun Tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya.
3. PERMA Nomor 8 Tahun Tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya.
4. PERMA Nomor 9 Tahun Tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (whistleblowing system) di Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya.
5. Surat Ketua Keputusan Mahkamah Agung Nomor 122/KMA/SK/VII/2013 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Prilaku Panitera dan Jurusita.
6. Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 008-A/SEK/SK/I/2012 Tentang Aturan Perilaku Pegawai Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Apabila dianalisis peningkatan jumlah aparat 4 lingkungan peradilan di bawah Mahkamah terutama tahun 2020 dan 2021, ditambah dengan adanya hakim dan panitera pengganti yang terjaring operasi tertangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka segala bentuk regulasi terkait dengan pengawasan dan hukuman disiplin belum mempengaruhi secara signifikan. Pengawasan dengan berbagai regulasinya belum dapat menekan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh aparat dalam Lingkungan Mahkamah Agung RI dan lembaga peradilan di bawahnya.
Dengan demikian, perlu menentukan langkah-langkah untuk memperkuat intergritas setiap pribadi aparat dalam Lingkungan Mahkamah Agung RI dan lembaga peradilan di bawahnya dalam rangka memperkuat kepercayaan masyarakat sebagai salah satu upaya mepertahankan peradilan modern di Indonesia. Langkah-langkah yang penulis tawarkan adalah:
1. Pengawasan disertai pembinaan mental (rohani) terhadap seluruh aparat dalam Lingkungan Mahkamah Agung RI dan lembaga peradilan di bawahnya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan agar dapat menimbulkan kesadaran pribadi untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing secara benar. Kesadaran melaksanakan ajaran agama secara benar pada setiap pribadi akan membentuk pribadi berintegritas, sehingga tidak mudah terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang menyimpang.
2. Pembinaan mental (rohani) terhadap seluruh aparat dalam Lingkungan Mahkamah Agung RI dan lembaga peradilan di bawahnya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan seyogyanya dituangkan dalam sebuah regulasi yang mengikat dan merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan dalam setiap pengadilan.
3. Pembinaan dan pendalaman khusus tentang nilai anti korupsi dalam bentuk diklat khusus, terutama para hakim baik hakim tingkat pertama maupun hakim tingkat banding bekerjasama dengan aktitivis khusus anti korupsi agar timbul pemahaman secara terinci dan mendalam tentang nilai-nilai anti korupsi, sebagai langkah membangun aparat peradilan yang berintegritas tinggi dan untuk mencegah terjadinya aparat pengadilan yang melakukan perbuatan terindikasi prilaki koruptif.
IV. KESIMPULAN
1.
Pengawasan Mahkamah agung
adalah sebagai tindakan mencegah terjadi pelanggaran atau penyimpangan standar
operasinal prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugas pokok yang
terkait dengan tingkah laku dan perbuatan dan tingdakan pemberian sanksi, juga
dilakukan pembinaan agar tidak terjadi pelanggaran atau penyimpangan standar
operasinal prosedur yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugas pokok.
2.
Bentuk pengawasan yang
dilakukan oleh Mahkamah Agung RI adalah Pengawasan langsung, yaitu melakukan
pemeriksaan secara langsung pada obyek pengawasan dan Pengawasan
tidak langsung, yakni pengawasan yang dilakukan berupaa pengujian atau penilaian
atas laaporan atau isi dokumen ataupun berupa validasi data atas laporan dari
obyek pengawasan.
3.
Segala bentuk regulasi
terkait dengan pengawasan dan hukuman disiplin belum mempengaruhi secara
signifikan menurunkan aparat pengadilan yang melakukan penyimpangan dalam
melakukan tugas pokok. Pengawasan disertai
pembinaan mental (rohani) para aparat di 4 lingkungan peradilan di bawah
Mahkamah Agung sangat urgen untuk dilakukan secara terus menerus sebagai
langkah menuju dan mempertahankan terwujudnya
lembaga peradilan yang agung
di Indonesia.
V. SARAN
1. Perlu penguatan mental keagamaan bagi masing-masing aparat peradilan dengan cara pembinaan mental keagamaan secara tersistem dan berkesinambungan dalam bentuk regulasi agar tertanam dalam pribadi masing-masing untuk tidak mengambil dan atau menerima sesuatu dengan cara-cara yang tidak benar menurut ajaran agama masing-masing.
2. Perlu pendalaman nilai anti korupsi dengan diklat khusus bekerjasama dengan aktitivis khusus anti korupsi agar timbul pemahaman secara mendalam tentang nilai-nilai anti korupsi, sebagai langkah membangun aparat peradilan yang berintegritas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. (2008), Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta.
Bagir Manan, (2001), Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Fakultas Hukum UII, Yokyakarta.
Y.W. Sunandhia, (1996), Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di daerah, Rineka Cipta: Jakarta.
Lotulung, Paulus Effendi, (1993) Beberapa Sistem tentang control Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Bandung; Citra Aditya Bakti.
Kautan, Ranny, (2000), Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis, Bandung: Taruna Grafika.
Soekanto, Soerjono, (1985). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Pers.
Sunarto, Dr. H. S.H., M.H., 2021, Batas Kewenangan Mahkamah Agung Dan Komisi Yudisial Dalam Mengawasi Hakim, Cet. II, Jakrta: Kencana.
Komentar
Posting Komentar